Konflik Timur Tengah Akan Persulit Negosiasi Perubahan Iklim di COP28

Tia Dwitiani Komalasari
4 November 2023, 18:37
Seorang anak bermain layang-layang di lahan sawah yang mengalami kekeringan di Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (29/10/2023). Menurut pihak kecamatan, dari 10 desa yang ada di Kecamatan Mauk, 4 desa terdampak kekeringan akibat kemaru panjang dampa
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.
Seorang anak bermain layang-layang di lahan sawah yang mengalami kekeringan di Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (29/10/2023). Menurut pihak kecamatan, dari 10 desa yang ada di Kecamatan Mauk, 4 desa terdampak kekeringan akibat kemaru panjang dampak dari fenomena perubahan iklim.

Ketegangan geopolitik akan membuat negosiasi iklim internasional mendatang di KTT Perubahan Iklim COP28 di Dubai menjadi lebih sulit. Persaingan antar negara untuk kepentingan strategis akan menjadi penghalang negosiasi tersebut.

“Negara-negara yang sebelumnya condong ke depan, bersatu untuk mengambil keputusan – mereka tidak banyak berbicara satu sama lain,” kata Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup Singapura, Grace Fu, dikutip dari Straits Times, Sabtu (4/11).

Para pemimpin dunia, politisi dan pakar akan berkumpul pada COP28 di Dubai pada tanggal 30 November hingga 12 Desember untuk mengatasi krisis iklim.

Fu mengatakan, konflik di Timur Tengah, pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama tiga tahun, dan perang di Ukraina telah menyebabkan terkurasnya posisi fiskal pemerintah secara besar-besaran. Hal ini akan menghambat tindakan yang diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim.

Padahal, ambang batas pemanasan 1,5 derajat derajat celcius pada dekade ini kemungkinan akan terlampaui menjadi antara 1,7 derajat C dan 1,8 derajat C.  Berdasarkan Perjanjian Paris tahun 2015, 196 negara berjanji untuk membatasi emisi karbon sehingga pemanasan global dapat dijaga pada suhu 1,5 derajat C di atas suhu pra-industri.

Suhu dunia yang sudah lebih hangat sekitar 1,1 derajat Celcius dibandingkan suhu pra-industri, kini mengalami gangguan pada sistem air dan produksi pangan. “Bayangkan saja kenaikan suhu beberapa derajat lagi akan menjadi bencana bagi dunia,” kata Fu.

Pembangkit listrik, yang merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca, akan menjadi fokus utama dalam mitigasi emisi gas rumah kaca.

“Saya pikir COP ini, kita akan fokus pada pembangkit listrik, kita akan fokus pada jalur transisi energi, untuk mencari tujuan bersama dan target kolektif global,” ujarnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...